Sabtu, 15 Januari 2011

Luruh Habis Hutan Sentarum (2)

Pembalakan liar juga merambah Danau Sentarum. Sumber air Sungai Kapuas terancam.



Penggundulan hutan tak hanya terjadi di dataran lapang. Pembalakan kayu juga terjadi di sekitar Danau Sentarum. Danau air tawar seluas 132 ribu hektare tersebut, memiliki keanekaragaman hayati terbesar di Kalimantan Barat.

Selain sebagai pemasok ikan terbesar di Kalimantan Barat, Danau Sentarum juga penyeimbang aliran Sungai Kapuas. Danau Sentarum merupakan muara sebagian besar sungai di Kapuas Hulu seperti Sungai Leboyan, Sibau, Mendalam, dan Batang Lupar.
Pembalakan liar di kawasan Danau Sentarum berawal di Tekura, Puring Kencana, Badau sekitar tahun 1998. Di Lanjak, mulai tahun 2000. Tahun 2004, illegal logging di Danau Sentarum berakhir.
Ketika pembalakan liar masih marak di Danau Sentaraum, ribuan orang menebang dan membuka hutan di sekitar danau. Perusahaan kayu membangun sawmill atau pabrik pengolahan kayu, dan pelabuhan pengangkutan di sepanjang daerah aliran sungai menuju Danau Sentarum. 
Disempanjang daerah aliran sungai Leboyan, berdiri pelabuhan pengepul kayu. Kegiatan ini berpusat di hulu Sungai Leboyan, Kelawik, Nanga Ngaung, Nganti, Kapar Tekalong, Lubuk Bandung, Manggin, Meliau, Tempurau, Semangit, dan Semalah.
Ada empat pelabuhan kayu besar di daerah aliran sungai Leboyan. Yaitu di Nanga Semantik, Tapang Teluk, Desa Melembah, dan Sungai Bunut.
Danau Kasen menjadi salah satu pusat pembalakan liar. Mereka mengambil kayu dari Bukit  Peninjau, seluas 300 sampai 400 hektare. “Bukit itu milik warga rumah betang Meliau,” kata Sodik, anggota Badan Musyawarah Desa. Warga di rumah betang Meliau, kebanyakan nelayan dan petani.
Jenis kayu yang dibalak antara lain, luih, keladan, kelasau bukit, dan meranti. Kayu tekam tidak boleh diambil. Warga menggunakannya untuk membangun rumah. Kayu tekam, kayu kelas satu. Kayu ini tenggelam di air.
Di Danau Kasen terdapat 19 kamp perusahaan kayu. Di kamp ini pekerja perusahaan kayu ilegal tinggal. Mereka membangun kamp di dekat lokasi penebangan dan pengangkutan kayu.
Suwardi, salah satu kontraktor penebang kayu di Danau Kasen. Setiap kontraktor memiliki dua kelompok pekerja. Pekerja chainsaw dan sepeda. Buruh chainsaw bertugas menebang dan memotong kayu. Pekerja sepeda,  mengangkut kayu ke lokasi pengepulan menggunakan sepeda.
Sistem kerja buruh kayu secara rombongan. Satu rombongan terdiri dari 10 orang pekerja. Jumlah pekerja sepeda, biasanya dua kali lipat dari pekerja chainsaw.
Menurut Suwardi, kontrak kerja buruh kayu hanya 3 bulan. Wilayah kerja dibagi dalam beberapa blok hutan. Para pekerja juga kebagian tugas membuka jalan untuk jalur mengangkut kayu.
Mayoritas pekerja sepeda, orang Sambas. Mereka ahli membawa kayu menggunakan sepeda. Mereka memodifikasi sepeda dengan tambahan besi pada rangkanya untuk mengangkut kayu. 
Pekerja chainsaw biasanya warga setempat. Pekerja chainsaw membawa dua anak buah. Selain menebang pohon, pekerja chainsaw harus memotong balok kayu menjadi beberapa ukuran.
Biasanya kayu digergaji dengan ukuran 12x20 cm atau 20x20 cm dengan panjang  antara 360-420 cm. Ukuran disesuaikan kebutuhan.


Disetujui Aparat Desa

Sebelum merambah hutan, biasanya ada survei lokasi. Bila dianggap memiliki prospek, para pembalak liar mendatangi kepala dusun atau desa untuk minta izin.
Kepala dusun kemudian mengadakan rapat dengan warga. Dalam pertemuan biasanya ada beberapa kesepakatan. Misalnya, tak boleh menebang kayu di bekas ladang warga. Tak boleh menebang kayu ke atas bukit, karena menyebabkan longsor.
Rapat juga membahas pembagian hasil kayu kepada warga. Uang pembagian hasil, biasanya dimasukkan ke kas desa. Setelah itu, setiap rumah dapat bagian.
Di danau tidak ada sawmill. Warga tidak mengizinkan. Mereka melarang limbah sawmill berupa kayu atau serbuk gergaji dibuang ke danau atau sungai. “Pernah ada yang minta izin hingga dua kali. Namun, warga tidak mengizinkan,” kata Sodik.
Tak ada standar jumlah bagi hasil yang diterima warga. Tergantung rapat warga dan kontraktor. Di Meliau, jumlah pembagian hasil setiap satu balok kayu, Rp 5 ribu. Dalam satu hari, kontraktor menebang 5 ribu hingga 6 ribu balok kayu.
Para pekerja chainsaw dibayar per tan. Satu tan setara dengan 1,6 meter kubik. Tiap satu tan, pekerja chainsaw diupah Rp 50 ribu. Satu tan terdiri dari 8 sampai 10 balok kayu. Dalam sehari bisa menghasilkan 5-6 tan.
Pekerja membawa balok kayu dari Bukit Peninjau ke Danau Kasen. Jaraknya sekitar 6 kilometer. Kayu diangkut menggunakan sepeda. Pekerja sepeda dibayar Rp 50 ribu per tan. Dalam satu hari, bisa 5 kali angkut.
Jalur sepeda dengan lebar satu hingga 1,5 meter membelah hutan. Diatas jalur diletakkan papan selebar 10 cm. Sepeda harus dituntun agar tidak terperosok. Mereka harus ahli, sebab sekali sepeda terperosok bisa berakibat fatal. Pekerja dapat tertimpa kayu seberat 150 sampai 200 kilogram. 
Pekerja sepeda pasti memiliki hubungan dengan jaringan pekerja sepeda di Sambas. Biaya transportasi dari Sambas, makan selama perjalanan, hingga masuk ke lokasi penebangan kayu, membutuhkan biaya sekitar Rp 200 ribu.
Sebelum pekerja sepeda berangkat ke hutan, keluarga mendapat uang Rp 500 hingga Rp 1 juta untuk mencukupi kebutuhan selama ditinggalkan.
Kontraktor kayu menyediakan kamp bagi pekerja chainsaw dan sepeda. Dia menanggung semua kebutuhan pekerja selama di kamp. Segala keperluan dihitung sebagai utang yang akan dipotong dari upah setelah pekerjaan selesai.
Sekali kontrak, pekerja sepeda dapat Rp 7 juta hingga Rp 8 juta. Pekerja chainsaw dapat Rp 5 juta-Rp 6 juta, dan harus dibagi dengan anak buah.
Pembayaran bagi hasil untuk kampung yang digunakan sebagai lokasi perambahan hutan, dilakukan dalam satu kali kontrak.


Jalur Pembalakan Liar

Danau Kasen merupakan pelabuhan transit kayu ilegal. Dari Danau Kasen, pekerja menghanyutkan kayu menuju Lanjak. Lanjak merupakan pelabuhan kayu di wilayah Danau Sentarum dan Kapuas.
Dari Danau Kasen, kayu dirangkai 6 hingga 7 batang. Lalu, dihilirkan ke Sungai Leboyan melalui Sungai Sematik. Pekerja mengikat kayu dengan drum, sehingga kayu mengapung. Butuh waktu satu hari membawa kayu ke hilir.
Setelah tiba di Sungai Leboyan, pekerja merangkai kayu menjadi rakit. Setiap rakit terdiri dari 30 balok kayu. Setelah terkumpul 1.000 balok kayu, rakit didorong menggunakan motor bandong atau motor air menuju Lanjak lewat Danau Sentarum.
Lanjak merupakan pelabuhan kayu. Upah pekerja angkut kayu ke truk, Rp 100 ribu. Sewa truk Rp 350 ribu. Dari Lanjak kayu diangkut ke Badau. Jarak Lanjak dan Badau sekitar 123 km.
Selain mendapat bagi hasil dari kayu yang ditebang perusahaan, warga juga menebang kayu di sekitar kampung. Mereka menebang kayu pada musim kemarau, antara April–September. Saat itu, sebagian besar permukaan danau kering. Ketika musim penghujan, warga membawa kayu dengan rakit menuju rumah Betang.
“Aparat tak pernah datang ke lokasi. Mereka tutup mata. Padahal mereka tahu,” kata Sodik.
TNI dan polisi biasanya minta upeti langsung pada pengusaha kayu dari Malaysia. Mereka jarang minta ke warga. Terutama warga lokal. Pada hari besar kenegaraan atau agama, aparat kadang juga minta jatah. Mereka jadi perantara perusahaan yang ingin masuk ke lokasi penebangan baru.
Akibat pembalakan liar, jarak hutan terdekat dengan perkampungan kini lebih dari 3 kilometer. ”Ketika Danau Kasen ditutup, masih terdapat sekitar 5 ribu sampai 6 ribu batang kayu di danau,” ujar Sodik. (bersambung)


Sumber: VHRmedia   I   Penulis: Muhlis Suhaeri

0 komentar: