Jumat, 14 Januari 2011

Saya Muslim Saya Gay


Menjadi seorang muslim sekaligus menjadi seorang gay atau lesbian, dianggap sesuatu yang bertolak belakang. Pandangan umum menyatakan seorang muslim berdosa apabila memiliki orientasi seksual yang berbeda dari kebanyakan orang. Tapi diam-diam banyak gay atau lesbian yang merasa dirinya juga adalah seorang muslim yang taat. Salah satunya adalah Toyo, lelaki yang aktif berjuang menghapus pandangan buruk orang terhadap terhadap kelompok ini.
“Nama saya Hartoyo, saya biasa dipanggil Toyo. Saya lahir di Binjai Sumatera Utara. Saya seorang gay, saya seorang muslim juga. Bahkan saya merasa saya menjadi gay sebelum saya tahu tentang Islam. Saya merasakan bahwa saya menjadi gay, dan saya menjadi muslim, bagi saya adalah suatu kesatuan hidup.”
“Sebenarnya pernah saya melakukan (red: menyatakan) saya harus keluar dari gay. Dalam Islam katanya gak boleh jadi gay. Tapi itu susah, seperti susahnya saya keluar dari Islam. Akhirnya waktu itu saya pernah berfikir saya ga usah beragama saja, atau saya cari agama lain. Tapi itu ga bisa juga, karena menurut saya, Islamlah agama saya. Jadi keresahan yang sama alami justru cara berfikir orang tentang gay, dilekatkan dengan dosa, dengan hal yang buruk, tidak bermoral. Yang paling pasti adalah kelompok yang sering mengatas namakan islam. Misalnya FPI.”
“Saya mungkin termasuk orang yang jarang pergi sholat Jumat. Karena saya agak eneg kalau saya sholat Jumat, denger ceramah menghujat gay, atau kelompok lain yang beda dari mereka. Itu yang membuat saya sebenarnya -bukan muak, tapi agak sedih. Kenapa sih orang-orang Islam seperti ini. Baru-baru ini saya baca ulama NU di Banyuwangi memfatwakan bahwa waria itu haram bekerja di salon. Itu kan juga pukulan telak bagi saya. Terus apa yang bisa saya lakukan. Saya mau marah-marah sama ulama? Saya bukan siapa-siapa.”
“Gak banyak orang tahu. Orang hanya tahu bahwa gay itu: Ryan, orang yang membunuh. Gay itu orang yang suka nyodomi anak-anak. Orang tidak pernah melihat bahwa gay itu banyak yang berjasa dan dekat dengan Tuhannya. Baik dia Kristen maupun Islam. Sebenarnya itu beban yang menurut aku, sebenarnya bukan aku takut dipukuli FPI, tapi beban berat ini menjelaskan ke orag bahwa Islam itu tidak melarang gay.”
“Ada teman saya pacaran, mereka putus karena berantem, terus ngomong sama saya, “saya sedang puasa. Saya minta petunjuk sama Allah apakah pasangan saya itu benar-benar jodoh atau tidak”.  Saya kaget. Saya pkir mereka adalah pasangan gay tapi mereka melaksanakan puasa. Dan saya pikir ulama harus tahu, jangan dikira mereka itu bukan orang-orang beragama. Dan aku benar-benar marah, maksudnya jangan dikira kami ga beragama. Jangan dikira kami ga sholat.”
“Saya sadar menjadi gay itu sejak saya suka kepada orang lain. Sejak saya belum tahu banyak tentang Islam, bahkan saya sadar menjadi gay sebelum saya tahu gay berdosa menurut Islam umumnya. Dan saya tidak meyakini gay itu berdosa. Jadi saya suka sama cowok sejak kecil. Saya aqil balik, kelas dua SD, sejak saya mimpi basah.”
“Saya waktu kecil, ditanya teman-teman, Toyo ceweknya siapa gitu. Saya langsung dengan jujur mengatakan saya ngga suka sama cewek. Saya suka sama cowok. Dan orang-orang dewasa bilang itu ngga boleh. Mereka mungkin tahu bahwa suka sama cowok itu tidak boleh menurut Islam. Saya jujur sekali jawabnya, karena saya ngga tahu itu berdosa apa tidak.  Saya jawab bahwa saya suka sama cowo. Saya baru tahu itu berdosa setelah sekolah SMP. Dan saya dikasi tahu sama guru-guru agama, kawan-kawan saya. OO ternyata saya homo. OO ternyata saya suka sama cowok berdosa yah. Di situlah pergulatan saya muncul. Dan saya berusaha dengan berbagai cara untuk bisa saya keluar dari kegay-an saya.”
“Sampai saya pernah pacaran selama lima tahun selama kuliah sama perempuan. Upaya untuk saya bisa melepaskan diri menjadi gay. Tapi kamu bisa bayangan gak sih, ulama-ulama itu bisa rasakan ga sih, sejak kecil saya saya suka sama cowok. Saya harus melawan. Pada saat SMP dianggap itu berdosa. Dari mulai SNP saya harus berjuang, ssampai SMP ssampai kuliah merasakan bahwa ini adalah sesuatu yang salah.  Pergulatan itu harus saya lakukan. Ulama-ulama, tokoh-tokoh agama dan masyarakat itu tahu gak sih yang saya rasakan. Dan saya yakin teman-teman yang lain juga merasakan.”
Pasca Tsunami menimpa Aceh pada penghujung Desember 2004 lalu, banyak orang datang ke Aceh untuk membantu daerah itu mengatasi berbagai kerusakan pasca bencana. Termasuk Toyo, yang datang ke Aceh sebagai relawan. Tapi justru pengalaman pahit diterima Toyo. Ia disiksa karena kedapatan bersama pasanganya berduaan di dalam kamar. Bukan cuma pukulan yang mesti ia rasakan tapi juga berbagai tindakan lain yang membuatnya merasa lebih hina dari binatang.
“Hari itu 22 Januari 2007, saya punya pasangan seorang gay di Aceh. Dan malam itu adalah hari dia ulang tahun. dia datag ke rumah kontrakan saya. Kita ngorol, kita nonton TV, bermesraanlah layakya pasangan. Itu jam 10 malam. Saat kami bermesraan, tiba-tiba pintu kamar saya digedor orang, dijebol. Didobrak dan begitu kerasnya. Saat itu saya kaget sekali.saya dipukul. Aduh pokoknya. Ditendang, karena itu di lantai dua saya diseret dan teryata di bawah sudah ada 15an orang tapi yang ngeliatin.”
“Saya dibawa ke kantor polisi. Waktu saya masuk ke kantor polisi, saya kaget waktu disuruh buka baju. Saya diperintahkan buka baju, kami buka baju. Setelah itu saya suruh megang penis pasangan saya dan pasangan saya suruh megang penis saya. Kami disuruh onani bersama. Dan saya waktu itu ga mau. Saya dipukulin. Sampai saya disuruh oral di depan polisi. Polisi itu ada 7 orang sambil ketawa ketawa, maki-maki.”
“Sampai yang paling saya kesal banget tuh, saya disemprot air keran. Saya nongkrong disemprot pakai air. Terus, teman saya bilang mau kencing. “Sudah kencing saja di kepakanya” dan saat itulah…jadi air kencing itu ke kepala saya. Dan saya rasakan gemes banget. Saya sudah merasakan lebih rendah dari binatang. Dalam konsisi dingin, saya pakai sarung, baru saya dimasukan ke dalam tahanan.”
“Di tahanan saya dipukul satu orang sebagai tanda perkenalan katanya. Saya masuk tahanan sekitar pukul 3 pagi. Terus paginya saya di-BAP. Di BAP saya heran, di situ saya dianggap mencabuli anak. Padahal pasangan saya usianya 24. waktu proses penahanan itu, teman-temean aktivis datang. Sampai bu Nursyahbani nelepon polisi untuk membebaskan saya.”
“Pasca kasus itu, saya ketemu teman-teman gay di Jakarta. dan kita sepakat mendirikan suatu lembaga, namanya our voice. Inisiasinya sekitar september 2009. kita ngumpul sama teman-teman gay, kegelisahan-kegelisahan saya. Pengalaman saya disiksa juga menjadi motivasi untuk mendirikan organisasi. Lembaga itu vokus untuk penguatan eksisitensi diri. Bagaimana Anda bangga dengan seksualitas Anda. Mau dia gay atau hetero. Our voice banya memberi pemikiran melalui tulisan, website. Sejauh ini itu yang kita lakukan.”
“Saya menuliskan pengalaman hidup saya,  mungkin juga bisa jadi pembelajaran bagi banyak orang. Judul bukunya  biarkan aku memilih. Itu cerita tentag proses sejak kecil, mendapat penyiksaan sampai mendirikan our voice.”
“Harapan saya pertama ke negara. Negara itu konsisten menghargai dan melindungi setiap warga negaranya, termasuk teman-teman kelompok homoseksual dan waria. Jadi negara itu gak boleh masuk ke persoalan seksuak sesorang. Mau dia nikah atau tidak menikah, mau dia berpasangan homo atau hetero. Biarlah itu menjadi urusan otoritas pribadi. Negara gak boleh masuk ke situ. Negara hanya memberi perlindungan kepada setiap orang untuk menentukan yang terbaik bagi dirinya.”
“Jangan membenci gay. Negara juga harus sadar bahwa gay itu warga negara yang membayar pajak. Cobalah tanya berapa banyak jasa gay kepada bangsa. Siapa yang mengerakan dunia entertaniment. Kalaiu bisa dilacak, bisa kontribudsi uangnya digerakan teman-teman gay, homoseksual. Siapa yang bekerja untuk dunia kecantikan, perancang mode.”
Toyo hanyalah salah seorang gay di Indonesia yang berani bercerita terus terang tentang hidup dan kegelisahannya. Meski untuk itu, ia harus berhadapan dengan pandangan orang banyak yang masih menistakan kelompok ini.

Sumber: KBR68H   I   Penulis: Budhi Kurniawan   I   Admin: F.A.

0 komentar: