Selasa, 18 Januari 2011

Kami Muda, Kami Anti Korupsi

Speak Fest 2010 (dok: Speak)
Jakarta,- Anak gaul seringkali dianggap apatis dan tidak peduli pada bangsa. Kini ada Speak, Suara Pemuda Anti Korupsi, yang gaul, juga peduli soal korupsi. Virus antikorupsi mereka tularkan melalui pergaulan sehari-hari hingga forum diskusi. Reporter KBR68H Rio Rizalinoberkenalan dengan Speak dan mencari tahu sepak terjang mereka.
Suatu sore di sebuah pusat perbelanjaan di Depok, Jawa Barat. Tiga remaja duduk dan bersenda gurau di salah satu pojokan restoran makanan cepat saji. Bukan film, musik atau model pakaian terbaru yang sedang mereka perbincangkan. Tapi, korupsi.
“Koruptor kan nggak bisa dibiarin gitu aja. Kita anak muda, pasti ada yang bisa dilakukan,” begitu Olivia Diah Angraeni membuka percakapan. Usianya 17 tahun, kelas 3 SMA. Ia melanjutkan dengan kritiknya untuk anggota DPR. “Anggota DPR itu ke luar negeri kan cuma menghambur-hamburkan uang rakyat.”
Perbincangan sore itu soal pemberantasan korupsi di Indonesia. Tema yang berat untuk dibahas di pusat perbelanjaan.
Kegelisahan Olive soal korupsi mulai muncul beberapa tahun belakangan. Kasus korupsi terus bermunculan, sementara tak ada koruptor yang betul-betul dapat hukuman berat. Ia mengaku heran, penjara tak membuat koruptor kapok. “Kayak Artalyta,” kata Olive mencontohkan,”Kita kan nggak tahu apa yang terjadi di dalam penjara. Pasti kongkalingkong sama polisinya,” tandasnya.
Korupsi tak hanya ada di berbagai media massa, tapi juga dekat kehidupan Olive sehari-hari. Ia mendapati salah satu guru di sekolahnya melakukan pungutan liar kepada siswa. “Ada uang OSIS sama apa gitu, diminta sama guru tapi nggak jelas untuk apa. Kemarin pas ditanya, gurunya malah diam saja.”
Korupsi, Urusan Anak Muda
Ardian Danar Wibisono aktif menyuarakan gerakan anti korupsi begitu masuk kuliah, di Universitas Indonesia. Ketimpangan sosial di masyarakat seolah menampar anak muda ini. Kemiskinan, salah satunya karena korupsi kata dia. “Saya ngeliat anak kecil yang ngamen, terus makan juga susah. Terus saya lihat Gayus yang duitnya banyak karena korupsi, malah jalan-jalan ke Bali. Kesal banget melihatnya,” ujarnya geram.
Korupsi ada di mana pun, kata Danar, dan semua makin parah. Menurut Danar, korupsi sudah dianggap hal biasa oleh sebagian orang Indonesia. “Korupsi itu bukan budaya. Saya nggak mau dibilang punya budaya korupsi! Semua itu karena kebiasaan saja. Kayak teman saya, disuruh fotokopi sama sekelas, ada kembalian, sisa uang Rp 5.000 malah diambil,” tambahnya.
Danar percaya kalau kesadaran anti korupsi harus dibangun sejak dini. Tapi ini bukan hal mudah, kata Danar. Tak jarang dia ditertawakan atau dicibir teman-temannya, ketika obrolan di tempat nongkrong mulai menyinggung korupsi. “Kalau saya sudah ngomong korupsi, langsung bilang ‘Ah berat... ngomongin yang lain saja!’ Tapi bagaimana pun harus ada yang bilangin supaya lebih banyak orang yang peduli.”
Kalau Olive, hambatan justru datang dari rumah. “Paling orangtua bilang, ‘Ngapain sih ikut anti-korupsi. Kamu bikin kegiatan apa saja nggak bakal pengaruh sama koruptor,’ gitu.”
Bagaimana pun, Olive yakin generasi muda lah yang harus lebih aktif bergerak. “Ya sebarin saja virus anti-korupsi. Kalau sama yang tua-tua kan sudah susah, jadi sama yang muda, supaya nanti korupsi bisa habis!” katanya yakin. 
Virus Anti Korupsi Lewat Speak
Pandji di Speak Fest 2010 (dok: Speak)
Sejak Juli 2010, Danar bergabung dengan Suara Pemuda anti Korupsi, atau Speak. Menurut Danar, anak muda yang anti korupsi harus bergabung dalam wadah tertentu supaya semangatnya tak luntur. “Jadi kita di sini berkumpul sama orang-orang yang peduli. Dan kita bisa melakukan sesuatu mulai dari yang kecil,” begitu optimisme Danar.
Speak, Suara Pemuda Anti Korupsi, dibentuk anak muda yang punya keprihatinan serupa. Difasilitasi LSM Transparency International Indonesia TII, Speak terbentuk setelah diskusi soal korupsi di SMA Gonzaga, Jakarta. “Kita ngobrol bareng, kita tanya pendapat mereka tentang korupsi, gimana sih? Ternyata dari situ kita menangkap ada kegelisahan yang amat sangat besar. Ada keingintahuan tentang korupsi yang mereka lihat di TV, radio dan koran,” kata juru bicara TII Retha Dungga.
Begitu diskusi selesai, anak-anak SMA Itu langsung bersepakat untuk melakukan lebih banyak hal lagi untuk memerangi korupsi. Salah satu anak SMA Gonzaga yang ikut membentuk Speak adalah Zosimus Kelvin. “Kita ini ada beberapa yang vokal banget untuk ngomong. Kita berani untuk ngomong. Gimana kalau pakai nama ‘suara’? Akhirnya itu, jadinya dipilih ‘Speak’, Suara Pemuda Anti Korupsi,” katanya menjelaskan asal nama Speak.
Sampai sekarang tercatat hampir 50-an anak muda tergabung dalam Speak. TII sebagai fasilitator Speak mengaku sengaja menyasar anak muda. “Tahun 2014 first time voter kan lebih dari 50 persen. Jadi kita harus merangkul anak muda untuk kegiatan sosial melawan korupsi,” kata Retha.
Belum setahun, Speak sudah menggelar berbagai aktivitas untuk mengkampanyekan anti korupsi ke anak muda. Misalnya di acara kampanye lintas isu, Mimbar Seribu Harapan, yang digagas oleh aktifis sejumlah LSM, juga perbincangan soal korupsi di berbagai kampus. Atau Speakfest, pertengahan Desember lalu.  Acara ini juga sekaligus memperingati Hari Anti Korupsi Internasional, 9 Desember.
Sejumlah musisi dan band seperti Efek Rumah Kaca, Superman is Dead, dan Panji Pragiwaksono tampil di atas panggung. Mereka juga mengajak penonton untuk memerangi korupsi, seperti yang dilakukan band Superman is Dead. “Kita bisa anti korupsi dari hal-hal yang kecil, seperti pembuatan KTP, paspor dan nggak nyogok polisi. Betul?” teriak Bobby Kool, vokalis Superman is Dead dari atas panggung.
Acara Speakfest berhasil menyedot perhatian anak muda Jakarta. Semula panitia menargetkan 1.500 orang yang bakal hadir dalam acara itu. Ternyata Speakfest penuh sesak dengan 2.500 pengunjung.
Agen Perubahan
Begitu acara Speakfest selesai, Anggi Pranili langsung bergabung. Siswa madrasah aliyah negeri Jakarta ini ingin ikut berjuang bersama menghapuskan korupsi. “Saya juga nggak suka sama korupsi,” begitu alasannya.
Idealisme antikorupsi sudah tertanam di dalam diri Danar, Olive, juga anak-anak muda Speak lainnya. Meski mengusung tema berat, hidup sebagai anak muda berjalan biasa. Mereka tetap gaul. LSM TII justru memanfaatkan gaulnya anak-anak muda yang tergabung dalam Speak untuk menyebarkan virus anti korupsi, kata juru bicara TII, Retha Dungga. "Mereka kan punya komunitas-komunitas tertentu. Ya jadi, gaul. Yang pasti anak-anak Speak beda sama yang lain. Mereka gaul, tapi kritis juga,” tandas Retha.
Anak muda adalah motor perubahan. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, KPK, Haryono Umar, menitipkan harapan pemberantasan korupsi pada anak muda. “Kalau anak mudanya kumpul dan bergerak, punya kesadaran yang sama, bukan tidak mungkin korupsi bakal hilang dari Indonesia.”
Olive dan Danar berbagi keyakinan yang sama. “Kita harus yakin kalau korupsi itu pasti bisa dibasmi,” kata Olive. Sementara menurut Danar,”Yang bisa bikin koruptor busuk kan anak muda. Jadi dalam perang melawan korupsi, anak muda yang ada di barisan depan!”
Wahai anak muda, siap merapatkan barisan anti korupsi bersama Speak?

Sumber: KBR68H   I   Admin: F.A.

0 komentar: