Rabu, 19 Januari 2011

Kemesraan Polisi dan FPI


Polisi dan FPI makin mesra. Dalam berbagai aksi teror organisasi Islam radikal itu, polisi jutru sering jadi pelindung dan bahkan pendukung FPI.  Di Surabaya, pertemuan lintas agama yang diadakan Setara Institute dibubarkan oleh kepolisian, setelah sebelumnya mendapat ancaman FPI.
Di Jakarta kemarin, pameran tentang Indonesia  dan dunia 1965 juga mendapat intimidasi.   Panitia mendapat pesan pendek meminta acara  dibatalkan. Pengirim sms yang mengaku sebagai anggota FPI  menganggap pameran itu menempatkan Partai Komunis Indonesia, PKI, sebagai korban. Meski belum jelas siapa pengirim sms,  polisi justru ikut mengancam menghentikan pameran  dengan alasan izin dan keamanan. Namun panitia tetap ngotot melaksanakan pameran. Kemarin sore, sekelompok orang menamakan pemuda pelajar Islam mendemo pameran meminta acara dibatalkan.
Tidak hanya itu saja, sebelumnya dalam berbagai aksi FPI, polisi juga sering tak bereaksi dan malah mendukung.  Mengutip pernyataan Setara Institute alih-alih melindungi kelompok minoritas, kepolisian justru menjadi bagian tak terpisahkan dari kelompok organisasi Islam radikal, melakukan persekusi dan intimidasi terhadap kelompok minoritas, termasuk kelompok yang memperjuangkan hak-hak minoritas. Benar-benar ironis.
Sebelum menjabat sebagai Kepala Kepolisian Indonesia, Timur Pradopo pernah mengatakan bahwa FPI bisa dimanfaatkan untuk membantu menjaga keamanan. Kedekatan Timur dengan FPI juga terlihat saat Timur hadir di acara ulang tahun organisasi itu.
Tentu kita tidak bisa serta merta mengaitkan pernyataan Kapolri dengan dukungan polisi terhadap aksi FPI. Tapi susah kita tidak berprasangka karena polisi terus-menerus membiarkan berbagai aksi teror dan ancaman FPI. Memang di Bekasi kita sempat mendapat kabar gembira setelah Ketua FPI Bekasi ditangkap dalam kasus penusukan Jemaat HKBP Ciketing. Tapi itupun setelah mendapat tekanan keras berbagai kalangan. Setelahnya polisi melunak lagi.
Di sisi lain, ketika aparat hukum tidak bekerja, pemerintah pun juga tak bereaksi. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah mengatakan intoleransi tak boleh dibiarkan, tapi itu hanya di bibir saja. Kenyataannya pemerintah juga ikut punya andil membiarkan aksi kekerasan oleh organisasi radikal. Kalau sudah begini salahkah kita bila mengatakan Presiden SBY berbohong?
Kepolisian dan pemerintah hanya dapat  mengembalikan martabatnya dengan tidak tunduk pada tekanan kelompok radikal. Segera tindak organisasi semacam FPI dan sejenisnya. Pembiaran aksi kekerasan dan intoleransi akan semakin menyebabkan aksi itu semakin luas dan tak terkendali. Tentu tak ada satupun dari kita berharap itu akan terjadi.

Sumber: KBR68H   I   Penulis: ADE WAHYUDI   I   Admin: FA

0 komentar: