Rabu, 29 Desember 2010

Media Sosial Sebagai Pilar Kelima Demokrasi

Jumat, 17 Desember 2010 | 15:01 WIB

Oleh Hermawan Kartajaya (Founder & CEO, MarkPlus, Inc) bersama Hasanuddin (Chief Operations, MarkPlus Insight)

KOMPAS.com - Berbicara mengenai demokrasi, para ilmuwan dan pakar politik selalu mengatakan ada empat pilar demokrasi, yaitu lembaga yudikatif, eksekutif, legislatif, dan media. Lembaga yudikatif lebih berfungsi sebagai lembaga kehakiman, eksekutif lebih ke pemerintahan, sementara legislatif sebagai lembaga yang membuat undang-undang sekaligus mengawasi kinerja pemerintah.

Selanjutnya, pilar keempat yang juga sangat penting adalah media. Kenapa media bisa dianggap sebagai pilar keempat demokrasi? Karena sering kali orang beranggapan bahwa media itu lebih netral dan bebas dari unsur kekuasaan negara, berbeda dengan tiga pilar sebelumnya yang semuanya berorientasi pada kekuasaan. Media tidak hanya sebagai sumber berita, tapi sekaligus merupakan pembawa dan penyambung suara rakyat. Media juga sering kali menjadi alat daya penekan bagi tiga pilar demokrasi sebelumnya.

Karena begitu pentingnya media bagi demokrasi, media harus benar-benar dijaga independensinya, baik dari sisi lembaganya maupun dari insan-insan pers di dalamnya. Kebebasan pers juga harus tetap dijaga dari adanya unsur intervensi dari lembaga kekuasaan dalam suatu negara.

Sekarang, dengan hadirnya internet dan media sosial, dinamika kehidupan demokrasi di suatu negara berubah total. Internet sebagai alat bisa bermanfaat bagi kehidupan manusia. Tapi, di sini, internet bisa memberi dampak buruk bagi manusia. Internet memang memudahkan kita dalam berkomunikasi dan mendapatkan informasi. Tapi, di sisi dunia lain, internet juga banyak digunakan oleh para teroris untuk meneror belahan dunia yang tidak sesuai dengan ideologi mereka.

Melalui internet, mereka menyebarkan ide dan gagasan radikal, menebar kebencian, dan merusak perdamaian. Mereka juga dikenal memiliki militansi yang kuat dalam menyampaikan gagasannya melalui internet di banding netizen biasa lainnya. Seorang pengamat terorisme pernah mengatakan sangat khawatir dengan pergerakan mereka di dunia maya yang relatif lebih sulit dideteksi.

Di sisi lain, dengan hadirnya media sosial di internet, masyarakat juga semakin apresiatif dan aktif dalam menggunakan internet. Mereka tidak hanya membaca berita, tapi juga aktif memberikan opini seputar kehidupan yang mereka jalani sehari. Mereka juga dengan gampang menyampaikan pandangan terkait dengan isu-isu aktual yang terjadi.
Dengan demikian, kehadiran internet dan media sosial ternyata bisa semakin meningkatkan partisipasi masyarakat terkait dengan isu-isu publik. Kondisi ini menyebabkan peran media sebagai pilar ke-empat demokrasi semakin terancam.  Melalui  Facebook dan Twitter, masyarakat bisa menggalang kekuatan sendiri untuk menolak kebijakan pemerintah yang dirasakan bertentangan dengan hati nurani masyarakat.

Anda tentu masih ingat kasus Cicak vs Buaya beberapa tahun lalu. Melalui gerakan di Facebook yang bertajuk “Gerakan 2 juta Facebooker Bebaskan Bibit-Chandra” bisa memaksa pengambil kebijakan tertinggi negeri ini mengikuti arus masyarakat netizen ini. Begitu juga kasus Prita vs RS OMNI melalui gerakan Koin Prita mampu menggerakkan partisipasi masyarakat menyumbangkan koin mereka untuk Prita. Dalam beberapa hal, gerakan ini juga dianggap oleh pengamat mampu “mempengaruhi” hasil persidangan yang membebaskan Prita dari segala tuduhan.

Dalam beberapa kasus, gerakan sosial dan penggalan dana untuk korban bencana alam ternyata cukup efektif menghimpun dana untuk korban bencana. Rasa solidaritas masyarakat semakin mudah ditumbuhkan dengan adanya Facebook dan Twitter. Banjir di Wasior, Gempa di Mentawai, Meletusnya Gunung Merapi di Yogyakarta membuktikan fenomena ini.

Meskipun peran media agak tergeser oleh media sosial, peran media arus utama tetaplah penting bagi kelangsungan demokrasi di Indonesia. Malah media-media arus utama, seperti Kompas dan Detikcom memanfaatkan media sosial untuk lebih bisa saling berkomunikasi dan menyampaikan berita lebih cepat ke pembacanya. Media-media tersebut juga membuat wadah bagi netizen , seperti forum online dan blog. Kompas membuat blog Kompasiana. Detikcom membuat Detikforum. Wadah ini digunakan oleh para netizen untuk saling berdiskusi dan menyampaikan pendapat mereka tentang berbagai isu aktual.

Michael Hauben, Bapak Netizen Dunia, suatu kali pernah mengatakan bahwa kehadiran jaringan internet akan semakin memperkuat alam demokrasi di dunia. Apa yang di katakan Michael Hauben itu terbukti sekarang. Internet telah membuka mata masyarakat dunia tentang kejadian-kejadian di berbagai belahan dunia tanpa batas teritori. Karena itu, tidak salah bila kita menyebut bahwa media sosial adalah pilar kelima demokrasi.
--------------
Artikel ini ditulis berdasarkan analisis hasil riset sindikasi terhadap 1.500 responden di delapan kota besar di Indonesia, usia 15-64 tahun. Riset ini dilakukan oleh MarkPlus Insight bekerjasama dengan Komunitas Marketeers.

0 komentar: