DUA lapangan golf kini menjadi favorit Presiden -Susilo Bambang Yudhoyono. Yang pertama Royale Golf Club, padang golf 27 hole di kawasan Pondok Gede, Jakarta Timur. Satu lagi Eme-ralda Golf Club, yang memiliki 18 hole di Cimanggis, Jawa Barat. Di dua tempat itulah Presiden sering menghabiskan akhir pekannya.
Ia biasa bermain bersama teman-teman seangkatannya di Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri). Marsekal Djoko Suyanto, Marsekal Herman Prayitno, Laksamana Madya Imam Zaki, juga Jenderal Sutanto paling sering mengayun stick bersama Ki Lurah, sebutan para alumni 1973 itu buat Yudhoyono. Meski bukan seangkatan, Menteri Sekret-aris Negara Sudi Silalahi juga acap menemani bosnya di padang golf.
"Merekalah orang yang cukup dekat dengan SBY," kata sumber Tempo. Dalam beberapa kesempatan, mereka diajak bicara. Sutanto, misalnya, dimintai pendapat sebelum Presiden menunjuk Komisaris Jenderal Timur Pradopo sebagai calon Kepala Kepolisian RI. Padahal posisi resmi Sutanto adalah Kepala Badan Intelijen Negara.
Di luar "teman seperjuangan" itu, lingkaran di sekitar Yudhoyono sangat cair. Menurut Yahya Ombara, penulis buku SBY Presiden Flamboyan yang Saya Kenal, SBY membentuk lingkaran yang seperti medan magnet: banyak lingkaran dan kelompok tapi tak saling berhubungan. "Itu membuat SBY mandiri, sementara orang-orang patah tumbuh di sekitarnya," katanya.
Menurut sumber di Istana, hingga kini tak ada orang yang bisa mempe-ngaruhi SBY. Dua orang yang bisa melakukannya: Ibu Mertua dan istrinya, Nyonya Ani Yudhoyono. "'Ibu Suri dan Permaisuri' bisa mempengaruhi tapi juga tak mutlak," kata sumber itu.
Dalam wawancara dengan Tempo, kakak tertua Ani, Wijiasih Cahyasasi, mengatakan ibunya sama sekali tak pernah berhubungan dengan politik. "Kami sekeluarga sepakat melindungi beliau dari politik," katanya, Sabtu dua pekan lalu. Adapun Yudhoyono, dalam buku istrinya, Kepak Sayap Putri Prajurit, menyatakan, "Dalam agenda politik yang saya jalankan, ada teritori yang hanya menjadi wilayah saya, bukan wilayah Ibu Negara."
PADA saat awal Yudhoyono melangkah menuju ke kursi presiden pada 2004, tak banyak orang mendekat. Ta-pi, begitu hitungan cepat mempredik-si SBY menang, "Lalat-lalat mulai berdatangan- mendekat," kata Heroe Syswanto Ns., yang akrab disapa Sys Ns. Sys berada di garda depan kampanye presiden pada 2004.
Menurut Sys, ada sejumlah nama yang tetap setia hingga kini. Di antaranya Sudi Silalahi, Siti Hartati Murdaya, Ventje Rumangkang, Budi Santoso, Ahmad Mubarok, Yon Hotman, T.B. Silalahi, dan Robiq Mukav. "Hanya Pak Sudi yang tak ke Partai Demokrat," kata Sys. "Yang lainnya masuk."
Ada pula Kurdi Mustofa dan Setya Purwaka (kepala rumah tangga istana kepresidenan). Sys, Hartati, dan Mubarok sama-sama menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat ketika digandeng SBY. "Ketika partai menang, Bu Ani menitipkan nama Pak Suratto dan Hadi Utomo," kata Sys. "Saya kemudian meneruskan ke Pak SBY." Dalam rapat pertama tim sukses 2003-2004 di Cikeas yang dipimpin SBY dan T.B. Silalahi, nama Suratto belum -masuk.
Kesetiaan Suratto -Siswodihardjo kini tak pernah hilang. Ia tetap menyokong Yudhoyono pada Pemilihan Presiden 2009. Dia bergerak dengan bendera Gerakan Pro SBY. Sejumlah politikus dan para jenderal purnawira-wan ikut barisannya. Alumni Akabri 1969 yang pensiun dengan pangkat marsekal muda ini tetangga depan rumah Yudhoyono di Cikeas. Kini ia menjadi Komisaris PT Angkasa Pura.
Sys mengatakan, dialah yang membentuk Gerakan Pro SBY. "Belakangan Pak Suratto minta izin saya untuk meneruskan. Saya tak keberatan," kata Sys. Suratto tak bisa dimintai konfirmasi soal hal ini. Telepon dan pesan pendek yang dikirim ke telepon selulernya tak dijawab.
Hartati juga orang lama yang masih bertahan di sekitar Ista-na. Pandai mencari dan mengelola uang, ia kini menjadi anggota Dewan Pembi-na- Partai Demokrat, tempat Yudhoyo-no- menjadi ketuanya. "Dialah yang meng--galang para pengusaha untuk me---nyokong SBY," kata sumber Tempo.- Wanita kelahiran 1946 ini berada di -urut-an ke-13 daftar orang terkaya Indo-nesia versi majalah Forbes 2008. Dia bos Central Cipta Murdaya dan Grup Berca.
Menurut Yahya Ombara, SBY tahu betul kapan memanfaatkan seseorang dan kapan waktu yang tepat buat meninggalkan orang itu. Ada tiga kriteria orang agar bisa terus di dekat SBY: punya jiwa pengabdian, kemampuan, dan pengorbanan. "Pak Sudi contoh yang ber-tahan," kata Yahya. Figur seperti Hatta Rajasa dan Muhaimin Iskandar masih dipakai karena pentolan partai. "Jika turun dari posisi pimpinan partai, ceritanya akan berubah," kata Yahya.
Daniel Sparringa, staf khusus bidang komunikasi politik, melihat semua langkah Presiden Yudhoyono sebagai bentuk kehati-hatian. "Beliau tak ingin menyakiti siapa pun. Semua diletakkan secara proporsional," kata Daniel.
Hubungan yang unik tampak pada Ventje Rumangkang. Dalam kepengurusan Anas Urbaningrum di Partai Demokrat, ia diminta menjadi anggota Dewan Pembina. Padahal ia sempat keluar dari Partai Demokrat untuk mendirikan Partai Barisan Nasional pada Pemilu 2009. Ditanya kedekatan dan pengaruhnya pada Yudhoyono, Ventje hanya tertawa, "Ah, siapa bilang saya berpengaruh?"
Urusan kedekatan spiritual dibangun melalui kelompok Dzikir Nurussalam yang diasuh Hatta Rajasa, Sudi Silalahi, Maftuh Basyuni, dan Brigadir Jenderal Kurdi Mustofa. Tiap malam Jumat, jemaah ini berkumpul di Masjid Baitul Rahman di kompleks Istana Kepresidenan. "Masjid yang dibangun pada zaman Presiden Sukarno itu kini diluaskan dengan biaya Rp 2 miliar," kata salah seorang staf kepresidenan. "Pak SBY sangat memperhatikan jemaah ini."
Nama yang masuk belakangan, Kuntoro Mangkusubroto, yang kemudian ditarik menjadi Ketua Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Akhir-akhir ini pengusaha Peter F. Gontha kabarnya juga mendekat melalui jalur musik. Sebagai Ketua Kadin Komite Amerika Serikat, bos PT Java Festival Production itu pun banyak membantu SBY berurusan dengan Amerika.
Juru bicara kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengatakan, Presiden Yudhoyono tak bisa dipengaruhi siapa pun. "Kecuali staf khusus, yang memang beliau percayai." Semua hubungan, kata Julian, bersifat formal. Presiden hanya mendengarkan masukan staf khusus, kabinet, Dewan Pertimbangan Presiden, dan UKP4. "Namun keputusan tetap berpulang pada beliau."
Banyak menghabiskan waktu bersama Presiden, Julian menyatakan Yudhoyono tak punya waktu menjalin hubungan dengan orang-orang tertentu. Pertemuan dengan tokoh masyarakat, tokoh adat, atau orang berpengaruh di komunitas tertentu dilakukan hanya untuk kepentingan negara. Tak ada unsur bisnis atau pribadi. "Saya pastikan tak ada tokoh informal atau pembisik di dekat beliau," kata Julian.
Dwidjo U. Maksum
0 komentar:
Posting Komentar