Kelangsungan budidaya lebah A. cerana ini sangat terbantu dengan penelitian yang dilakukan para akademisi.
Siapa yang tidak kenal dengan madu. Mayoritas masyarakat Indonesia pasti pernah mencicipi madu. Berdasarkan data, konsumsi madu penduduk Indonesia saat ini mencapai 15 gram/kapita/tahun. Jumlah ini masih jauh dibandingkan dengan konsumsi madu masyarakat di negara-negara maju seperti Jepang, Jerman, Inggris, Perancis dan Amerika Serikat yang mencapai 1000-1600 gram/kapita/tahun.
Namun, potensi pengembangan usaha peternakan lebah madu di Indonesia sangat prospektif. Pasalnya, kebutuhan madu di Indonesia cukup tinggi. Selain itu, madu juga memiliki banyak fungsi, antara lain sebagai antioksidan, antimikroba, antijamur, obat luka, pengawet makanan, serta juga sebagai bahan kosmetik dan farmasitikal, selain menjadi faktor nutrisi sehari-hari. Lebah madu selain penting secara ekonomi dengan menghasilkan madu, juga menghasilkan royal jelly, propolis dan wax (malam). Lebah madu juga memiliki nilai kesehatan dengan kemampuan sengatannya untuk akupuntur
Sayangnya, Indonesia masih tercatat sebagai negara pengimpor madu. Impor madu ini didatangkan dari Vietnam, China dan Australia. Produksi madu dalam negeri pada kurun waktu 1996-2000 hanya mencapai 1.538-2.824 ton/tahun. Padahal, kebutuhan madu setiap tahunnya mencapai 3.300 ton. Selain untuk konsumsi, kebutuhan madu untuk industri farmasi dan kosmetik mencapai 10.000 – 15.000 ton/tahun.
Menurut dosen Unas, Dra. Retno Widowati, M.Si., di Indonesia, terdapat beberapa jenis lebah madu, dua yang paling dikenal dan diternakan adalah Apis cerana dan Apis meliifera. Kedua jenis lebah madu ini adalah yang paling banyak diternakan. A. cerana adalah lebah madu asli Indonesia atau Asia, sedangkan A. mellifera adalah lebah introduksi (dikenalkan) dari Benua Eropa. Selain itu ada pula A. dorsata atau yang dikenal sebagai lebah madu hutan.
Namun, berdasarkan data statistik, keberadaan lebah A. cerana terus menunjukkan penurunan. ‘’Di Korea, pada tahun 1928, terdapat 170.000 koloni lebah, 84 persennya adalah A. cerana dan 16 persen sisanya adalah A. melifera. Tapi kini, kondisi tersebut terbalik. Dari 400.000 koloni lebah, 30 persennya adalah A. cerana dan 70 persen merupakan A. mellifera,’’ ungkap Retno.
Hal ini menunjukkan bahwa A. mellifera yang merupakan lebah madu introduksi makin lama makin mendominasi suatu kawasan. Kondisi seperti ini dikhawatirkan di China. China memiliki sejarah yang panjang mengenai Apiari (Ilmu tentang lebah dan pemeliharaannya). Pada akhir abad 19, A. mellifera diintrodukasikan ke China, sebelumnya hanya ada A. cerana saja yang diternakkan di China. A. mellifera dengan cepat berkembang biak di hampir seluruh kawasan China, adapun sebaliknya populasi A. cerana menurun dengan cepat hingga mengkhawatirkan menghadapi kepunahan. Keadaan ini tidak saja terjadi di Korea dan China, tetapi juga di kawasan-kawasan yang mengembangkan ternak lebah seperti di India, Vietnam, Filipina, Australia dan sebagainya.
Di Indonesia, lanjut Retno, keberadaan lebah madu lokal A. cerana makin lama makin sedikit dan digantikan dengan keberadaan A. mellifera. Padahal A. cerana di Indonesia memiliki keanekaragaman genetik yang tinggi dan memiliki keunggulan fenotipik dibandingkan dengan A. mellifera.
“Mereka lebih kuat dan tahan terhadap penyakit. Meski demikian, Apis cerana merupakan jenis lebah setengah liar, yang mudah minggat jika pakannya kurang dan rumahnya tidak nyaman. Namun, dengan membudidayakannya, sama saja kita membantu melestarikan keanekaragaman hayati dan konservasi lingkungan,’’ papar Retno yang sedang melakukan penelitian terhadap lebah.
Karena itulah, budidaya lebah A. cerana kini mulai menjadi perhatian. Salah satu yang sudah membudidayakannya adalah Aepuddin, peternak lebah A. cerana di Desa Cikuruktuk, Kecamatan Cimenyan, Ciburial Bandung. “Kelangsungan budidaya lebah A. cerana ini sangat terbantu dengan penelitian yang dilakukan para akademisi. Selain membantu kelangsungan hidup A. cerana, juga membantu kelangsungan hidup kami sebagai peternak lebah,’’ ungkapnya.
Namun, potensi pengembangan usaha peternakan lebah madu di Indonesia sangat prospektif. Pasalnya, kebutuhan madu di Indonesia cukup tinggi. Selain itu, madu juga memiliki banyak fungsi, antara lain sebagai antioksidan, antimikroba, antijamur, obat luka, pengawet makanan, serta juga sebagai bahan kosmetik dan farmasitikal, selain menjadi faktor nutrisi sehari-hari. Lebah madu selain penting secara ekonomi dengan menghasilkan madu, juga menghasilkan royal jelly, propolis dan wax (malam). Lebah madu juga memiliki nilai kesehatan dengan kemampuan sengatannya untuk akupuntur
Sayangnya, Indonesia masih tercatat sebagai negara pengimpor madu. Impor madu ini didatangkan dari Vietnam, China dan Australia. Produksi madu dalam negeri pada kurun waktu 1996-2000 hanya mencapai 1.538-2.824 ton/tahun. Padahal, kebutuhan madu setiap tahunnya mencapai 3.300 ton. Selain untuk konsumsi, kebutuhan madu untuk industri farmasi dan kosmetik mencapai 10.000 – 15.000 ton/tahun.
Menurut dosen Unas, Dra. Retno Widowati, M.Si., di Indonesia, terdapat beberapa jenis lebah madu, dua yang paling dikenal dan diternakan adalah Apis cerana dan Apis meliifera. Kedua jenis lebah madu ini adalah yang paling banyak diternakan. A. cerana adalah lebah madu asli Indonesia atau Asia, sedangkan A. mellifera adalah lebah introduksi (dikenalkan) dari Benua Eropa. Selain itu ada pula A. dorsata atau yang dikenal sebagai lebah madu hutan.
Namun, berdasarkan data statistik, keberadaan lebah A. cerana terus menunjukkan penurunan. ‘’Di Korea, pada tahun 1928, terdapat 170.000 koloni lebah, 84 persennya adalah A. cerana dan 16 persen sisanya adalah A. melifera. Tapi kini, kondisi tersebut terbalik. Dari 400.000 koloni lebah, 30 persennya adalah A. cerana dan 70 persen merupakan A. mellifera,’’ ungkap Retno.
Hal ini menunjukkan bahwa A. mellifera yang merupakan lebah madu introduksi makin lama makin mendominasi suatu kawasan. Kondisi seperti ini dikhawatirkan di China. China memiliki sejarah yang panjang mengenai Apiari (Ilmu tentang lebah dan pemeliharaannya). Pada akhir abad 19, A. mellifera diintrodukasikan ke China, sebelumnya hanya ada A. cerana saja yang diternakkan di China. A. mellifera dengan cepat berkembang biak di hampir seluruh kawasan China, adapun sebaliknya populasi A. cerana menurun dengan cepat hingga mengkhawatirkan menghadapi kepunahan. Keadaan ini tidak saja terjadi di Korea dan China, tetapi juga di kawasan-kawasan yang mengembangkan ternak lebah seperti di India, Vietnam, Filipina, Australia dan sebagainya.
Di Indonesia, lanjut Retno, keberadaan lebah madu lokal A. cerana makin lama makin sedikit dan digantikan dengan keberadaan A. mellifera. Padahal A. cerana di Indonesia memiliki keanekaragaman genetik yang tinggi dan memiliki keunggulan fenotipik dibandingkan dengan A. mellifera.
“Mereka lebih kuat dan tahan terhadap penyakit. Meski demikian, Apis cerana merupakan jenis lebah setengah liar, yang mudah minggat jika pakannya kurang dan rumahnya tidak nyaman. Namun, dengan membudidayakannya, sama saja kita membantu melestarikan keanekaragaman hayati dan konservasi lingkungan,’’ papar Retno yang sedang melakukan penelitian terhadap lebah.
Karena itulah, budidaya lebah A. cerana kini mulai menjadi perhatian. Salah satu yang sudah membudidayakannya adalah Aepuddin, peternak lebah A. cerana di Desa Cikuruktuk, Kecamatan Cimenyan, Ciburial Bandung. “Kelangsungan budidaya lebah A. cerana ini sangat terbantu dengan penelitian yang dilakukan para akademisi. Selain membantu kelangsungan hidup A. cerana, juga membantu kelangsungan hidup kami sebagai peternak lebah,’’ ungkapnya.
Sumber: unas.ac.id I Admin: FA
0 komentar:
Posting Komentar