Jakarta,- Kebohongan pemerintah kembali dimunculkan. Kali ini para keluarga korban pelanggaran HAM beserta Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan yang menyatakan kekecewaannya atas pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahwa sejak tahun 2004 tidak ada lagi pelanggaran hak asasi manusia.
Pernyataan Presiden SBY itu disampaikan dalam acara Rapat Pimpinan (Rapim) TNI dan Polri 2011 di Balai Samudera, Kelapa Gading, 21 Januari lalu.
Kekecewaan keluarga korban HAM itu disampaikan dalam jumpa pers di kantor Kontras, Menteng, Jakarta, Senin (24/1/2011). "Kalau memang benar (Presiden) SBY mengatakan demikian, kami sangat kecewa. Ini adalah bohong yang pertama karena kita tahu beberapa waktu lalu ada kasus penembakan TNI di Papua, penembakan oleh Satpol PP di Tanjung Priuk, dan lain-lain," kata salah satu keluarga korban pelanggaran HAM Semanggi, Sumarsih, Senin.
Menurut dia, SBY juga mengatakan, kasus-kasus pelanggaran HAM yang lama sudah diselesaikan. Terhadap pernyataan ini Sumarsih membantah hal tersebut dan menganggap pernyataan SBY sebagai bentuk kebohongan.
"Jika Presiden bilang sudah diselesaikan kasus-kasus yang lama, itu sama dengan bohong yang kedua karena selama ini masih ada yang belum diselesaikan. Bahkan, ada yang diselesaikan dengan pengadilan HAM, bukan dengan pengadilan militer," ungkapnya.
Menurut beberapa anggota keluarga korban, SBY keliru dalam memandang pelanggaran HAM di Indonesia. Selama ini kasus pelanggaran HAM terkesan diremehkan dalam Pemerintahan SBY.
"Apakah memang dia nggak mengerti atau mau meneruskan kebohongan itu? Apakah SBY tidak tahu atau tidak paham soal kasus penyiksaan pengikut Ahmadiyah dan kasus-kasus lain yang selama ini merupakan pelanggaran HAM paling mendasar," ungkap salah satu keluarga korban pelanggaran HAM tahun 1965, Gustaf.
Keluarga korban menuntut pemerintahan SBY menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang sampai saat ini tidak terselesaikan. Beberapa di antaranya kasus penganiayaan TNI di Papua, tragedi Semanggi, kasus penculikan 1997-1998, dan pelanggaran HAM tahun 1965.
Selain itu, mereka meminta klarifikasi Presiden SBY dan staf ahlinya untuk menjelaskan latar belakang pernyataan tersebut.
Yang paling serius, pada tanggal 27 Januari nanti keluarga korban HAM akan menghadap MPR dan menuntut MPR. "Tanggal 27 Januari kami akan menghadap MPR agar memberikan peringatan terhadap SBY," kata Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras Yati Andriani.
Menurut dia, pernyataan Presiden SBY tentang tidak adanya pelanggaran HAM itu melukai hati keluarga korban. "Apa motivasinya pernyataan itu disampaikan di depan korps yang menjadi pelaku pelanggaran HAM di masa lalu," katanya.
Sumber: Kompas I Penulis: Maria Natalia | Editor: Marcus Suprihadi I Admin: FA
0 komentar:
Posting Komentar