MALANG,-Tiga mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Brawijaya (Unbraw) Malang berhasil meraih penghargaan tingkat internasional di ajang lomba teknologi pangan internasional, di Chicago, Illinois, Amerika Serikat (AS). Temuan inovatif berupa beras tiruan atau artificial rice mereka, dinyatakan menjadi solusi yang bermanfaat untuk mengatasi permasalahan kekurangan gizi yang seringkali dijumpai di negara berkembang.
Menariknya disebutkan, karya ini sebelumnya pernah ditolak oleh enam kementerian RI untuk mendapatkan pendanaan. "Kami pernah membawa proposalmengenai temuan ini ke enam kementerian negara RI, di antaranya Menteri Pertanian, Menpora, Menristek dan lainnya, tapi ditolak," ungkap Fathy, salah seorang mahasiwwa itu, kepada Malang Post (grup JPNN).
Tim yang terdiri dari Fathy, Danial Fatchurrahman dan Anugerah Dany Priyanto ini sendiri, mengikuti lomba pada 17-20 Juli lalu. Temuan beras tiruan ini ternyata mendapatkan apresiasi di ajang internasional yang diselenggarakan oleh Institute of Food Technologist (IFT) di AS itu. Bahkan mereka berhasil menjadi juara ke III, mengalahkan 11 negara dengan 33 jenis proposal yang dilombakan.
Dijelaskan, beras tiruan ini bahannya sederhana saja, yaitu berasal dari garut, singkong dan kacang tunggak. Berbagai jenis bahan lokal ini menjadi sumber utama pembuatan beras tiruan. Karena dibuat dengan tujuan untuk mengurangi malnutrisi, beras ini tak seperti beras biasa yang hanya mengandung karbohidrat. Tapi merupakan beras yang komplit nutrisinya, ada kandungan protein dan rasanya pun sedikit manis, sehingga dimakan tanpa lauk pun rasanya masih enak.
"Kacang tunggak memiliki protein yang tinggi, sehingga beras ini pun mengandung proteinyang lebih banyak dibandingkan beras biasa," jelas Fathy.
Sayangnya diakui, karena belum ada peralatan yang pas untuk memproduksi beras, hasil produksi mahasiswa ini bentuknya masih terlalu besar. Proses pembuatannya pun belum praktis dan harus melalui beberapa tahapan. Mulai dari penggilingan bahan hingga menjadi bubuk, pengayakan, pencampuran dengan bahan kimia food grade, pencetakan, penguapan, pengeringan, hingga pengemasan. Sementara jika menggunakan mesin, seharusnya semua proses bisa dilakukan hanya sekali saja. "Di Indonesia belum ada mesin pembuatnya. Yang kami tahu baru ada di Malaysia," ujarnya.
Karena proses yang cukup rumit itulah, harga beras ini disebutkan masih sama mahalnya dengan harga beras kualitas super, yaitu seharga Rp 8.500 per kilo. Bedanya, beras ini punya kelebihan karena mengandung protein yang tinggi sebanyak 8,63 persen. Ke depan menurut Fathy, ia dan tim berkeinginan untuk mengembangkan beras ini menjadi bahan yang cocok dikonsumsi semua orang, dalam arti tidak hanya masyarakat dengan gizi buruk saja. (oci/eno)
Sumber: Lihatberita.com I Admin: FA
0 komentar:
Posting Komentar